Edisi Belajar Hukum

Senin, 09 Desember 2013

Perlindungan Konsumen


Beberapa Contoh iklan yang menyesatkan

          Perkembangan media cetak dan media elektronik yang saat ini berkembang dengan cepat telah dijadikan sarana yang sangat tepat bagi para pelaku usaha dalam rangka memperkenalkan produk dan jasa yang dihasilkan kepada masyarakat luas. Tentu saja, para pelaku usaha produk atau periklanan, harus melakukan serbuan-serbuan informasi yang menarik yang dapat “memikat” hati masyarakat. Hal ini memang mau tak mau harus dilakukan karena para pelaku usaha harus saling “bersaing” untuk memperebutkan hati masyarakat, “dari gempuran” iklan dan promosi yang ditawarkan oleh para pesaingnya.
Secara sepintas, informasi yang disampaikan terasa benar, namun apabila diamati secara teliti akan terbukti bahwa informasi tersebut seringkali tidak benar, tidak logis dan tidak mendasar. Adapun fungsi dari pada iklan itu sendiri adalah:
1.      Mengkomunikasikan berbagai atribut produk.
2.     Membujuk konsumen sehingga mau membeli produk tersebut.
Di Indonesia terdapat suatu wadah yang mengawasi tentang periklanan, salah satunya adalah PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia), PPPI menghimbau agar konsumen bersikap kritis terhadap iklan, dengan cara meminta konsumen melaporkan iklan-iklan yang bermasalah atau melanggar peraturan dan etika kedalam web yang telah disediakan.
Peraturan dan undang-undang yang terkait tentang periklanan adalah:
1.      UU. No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen
2.     UU No 40 Tahun 1999 tentang pers
3.     UU No. 24 Tahun 1997 tentang penyiaran
4.     UU No. 7 Tahun 1996 tentang pangan
5.     PP No 69 Tahun 1999 tentang label dan iklan pangan.

Permasalahan pada masa ini adalah dalam praktek, iklan-iklan yang ditampilkan di media massa telah jelas melakukan tindakan penyesatan-penyesatan terhadap masyarakat yang dapat membahayakan dan merugikan masyarakat yang menggunakannya. Hal ini sangat jelas terasa, apabila kita melihat beberapa iklan yang telah beredar di masyarakat, seperti iklan rokok yang selalu menampilkan sosok laki-laki muda yang gagah, ganteng, berotot tinggi, disertai dengan petualangan-petualangan mereka yang hebat dan luar biasa ( walau hanya ilusi) kontras sekali dengan akibat buruk yang ditimbulkan rokok itu sendiri.
Penikmat rokok tidak kenal usia dan jenis kelamin, semua kalangan, semua pekerjaan, sosial dan jabatan. Mulai dari anak-anak, remaja, dan orang tua. seperti yang sering kita saksikan di perempatan lampu merah, bocah-bocag SD sedang asyik menikmati rokoknya dengan berbagai macam gaya menghisap rokok yang tidak kalah jago dengan orang dewasa.
Salah satu faktor penyebab orang merokok adalah karena pengaruh iklan. Kita lihat saja di TV dan poster-poster di jalanan yang semuanya menampilkan image yang bagus, macho, dan gagah perkasa. Para produsen rokok berharap dengan iklan bagus itu akan menciptakan image dalam pikiran masyarakat khususnya para remaja dan pemuda, bahwa kalau merokok mereka akan macho, dan gagah perkasa.
Iklan rokok yangselalu menampilkan sosok laki-laki muda yang gagah, ganteng disertai dengan petualangan-petualangan mereka yang hebat dan luar biasa, kontras sekali dengan akibat buruk yang ditimbulkan rokok itu sendiri. padahal dalam kenyataan hidup yang sebenarnya, rokok tidak membuat pria menjadi macho, gagah perkasa apalagi kuat, justru yang ada rokok menyebabkan pria jadi sakit-sakitan, bisa sakit jantung, paru-paru, dan kanker.
Contoh lain adalah iklan lotion penolak nyamuk yang mengklaim dapat memberikan kehalusan kulit, karena mengandung vitamin E dan aloe vera. Padahal apabila meninjau kandungan yang dimiliki oleh lotion penolak nyamuk, maka dalam lotion penolak nyamuk terkandung racun yang dinamakan Diethyltolumide (DEET) yang merupakan zat zat yang memiliki sifat korosif.
Apabila meninjau pada UU no.8 Tahun 1999 sebagai hukum perlindungan konsumen yang berlaku, maka setiap pengusaha dilarang untuk mempromosikan dan mengiklankan barang dan jasa secara tidak benar atau seolah-olah benar, dengan menggunakan kata-kata yang berlebihan. Selain itu pengusaha juga dilarang membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai bahaya penggunaan barang yang diproduksi dan diiklankan.



Kamis, 05 Desember 2013

HAM di ASIA


SEJARAH HAM DI ASIA
Sejumlah besar perdebatan tentang hak asasi manusia memiliki suatu dimensi konseptual : dalam sebagian ini menyangkut soal penggunaan bahasa yang benar. Ada banyak jenis hak, dan tidak bijaksana untuk membuat generalisasi dari satu atau dua hak saja. Terutama kita semestinya tidak memusatkan perhatian pada hak-hak hukum semata-mata.hak asasi manusia pada galibnya adalah seperangkat hak[1]. Bagaimana hak asasi manusia seharusnya dipahami beserta perkembangannya terutama di kawasan Asia akan kami paparkan berikut ini.
A.    Perkembangan Hak Asasi Manusia di Kawasan Asia.
Hak asasi manusia pada awalnya merupakan terjemahan dari kata droits de I’home (Prancis), yang terjemahan harfiyahnya ialah hak-hak manusia. Yaitu suatu hak-hak manusia dan warga negara yang dikeluarkan di prancis dalam tahun 1789 sewaktu berlangsung revolusi negara itu. Pernyataan ini lalu digunakan puka oleh perserikatan Bangsa-bangsa yang didalam bahasa inggrisnya disebut pada mulanya dengan istilah fundamental human rights,kemudian disingkat dengan Human Rights saja. Didalam kamus Besar Bahasa Indonesia, “hak asasi diartikan sebagai hak dasar atau hak pokok seperti hidup dan hak mendapatkan perlindungan”. Hak-hak tersebut,menurut Al-Maududi,bukanlah pemberian siapa-siapa tapi adalah pemberian Tuhan kepada seseorang sejak ia terlahir ke dalam dunia. Sebab, kalau hak itu dianggap pemberian manusia,misalnya dari negara atau parlemen,ia dapat ditarik kembali dengan cara yang sama ketika hak itu diberikan. Karena Hak-hak sasi itu datangnya dari Tuhan,maka tak satupun lembaga atau perorangan di dunia ini berhak mencabut atau membatalkannya.
Hak-hak yang ada dalam diri seseorang diantaranya ialah sebagai berikut :
A.    Hak Persamaan dan Kebebasan,seperti :
1.      Persamaan di dalam Politik dan Hukum.
2.      Hak Berekspresi dan Mengeluarkan Pendapat.
3.      Hak Berpartisipasi dalam Politik dan Pemerintah.
4.      Hak Wanita Sederajat dengan Pria (Persamaan).
5.      Hak Kebebasan Memilih Agama.
6.      Hak dan Kesempatan Yang Sama Untuk Memperoleh Kesejahteraan Sosial.
7.      Hak Kebebasan Bertempat Tinggal dan Mencari Serta Memberi Suaka.
B.     Hak Hidup, Perlindungan dan Kehormatan, seperti :
1.      Hak Hidup dan Memperoleh Perlindungan.
2.      Hak Atas Kehormatan Pribadi.
3.      Hak Anak Dari Orang Tua.
4.      Hak Memperoleh Pendidikan dan Berperanserta Dalam Perkembangan Iptek.
5.      Hak Untuk Bekerja dan Memperoleh Imbalan.
6.      Hak Tahanan dan Narapidana.
C.     Hak Kepemilikan , seperti :
1.      Hak Kepemilikan Pribadi.
2.      Hak Menikmati Hasil/Produk Ilmu dan Hak Cipta.
3.      Hak Menikah dan Berkeluarga.[2]

Pada hakikatnya, hak asasi manusia adalah merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia semenjak dia lahir dan merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian, hak asasi manusia bukanlah merupakan hak yang bersumber dari Negara dan hukum.[3]
Dalam masyarakat internasional hak asasi manusia telah diakui secara resmi, dengan dideklarasikannya suatu piagam oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dikenal dengan “Universal Declaration of Human Right pada tanggal 10 Desember 1948. Lebih lanjut, hak-hak asasi manusia tersebut dijabarkan dalam berbagai instrument PBB dalam bentuk konvensi internasional tentang HAM. Konvensi ini mengikat setiap Negara yang ikut menandatanganinya dan setelah itu di ratifikasi oleh masing-masing Negara, maka konvensi tersebut akan mengikat secara langsung setiap warga Negara dari Negara bersangkutan.
Negara–negara di Asia belum mempunyai piagam hak asasi manusia, sebagaimana dimiliki Negara-negara Eropa, Amerika, maupun Afrika. Hal ini disebabkan kuat dan dalamnya tradisi dan agama-agama besar di kebanyakan Negara-negara Asia. Pengaruh tradisi dan agama pada sebagian besar Negara-negara Asia mewarnai pola pikir/pola tindak dan sikap sebagian besar Negara-negara Asia.[4]
Sejauh mana pengaruh tradisi dan agama tersebut terhadap Negara-negara di Asia, kiranya perlu diketahui beberapa ide yang ada/hidup di antara Negara Asia, antara lain pandangan/Filsafat Konfusius tentang hubungan antar manusia.
Ide HAM yang tersirat dari ajaran konfusius, sebagaimana tergambar di depan diakui spirit HAM tidak/kurang dapat dirasakan secara langsung. Namun, dalam kehidupan masyarakat, rakyat tetap dapat menikmati kebebasannya, karena konsep HAM Asia berbeda dengan konsep HAM Negara Barat “oriental society… freedom often mean the conditions of person who live beyond the reach of state power…in cottage…” (1985:33)
Sebaliknya, dalam tradisi agama Hindu dan Buddha, dikenal pula hak-hak asasi manusia, pertama: dengan cara berpikir matematis, serba terukur yang merupakan etos masyarakatnya. Kedua, dikenalnya  lewat buku-buku hukum agama yang memberikan bingkai pola/system hukum yang ada.
Di dalam praktek kemasyarakatan, terutama dalam tradisi Hindu, konsep harmoni sangat kuat, sehingga segi-segi keseimbangan antara penguasa (pusat) dengan daerah tetap diperhatikan, di samping itu, ada kecenderungan “.. a society is no longer regarded as an aggregate of families or groups, but as an aggregate of individual” (1985:35).
Di dalam Negara-negara beradab, terdapat lima hak yang harus ada dan diakui di dalam suatu Negara. Negara Asia yang juga pusat awal tumbuhnya agama, pengaruh agama sangat kuat dalazxsazm proses bermasyarakat dan bernegara. Kata Ali Abdul Wahid Wafi: “….the legal and moral institution of civilized societies, can be reduced to live in number, corresponding to five kinds of freedom to work, educational and cultural freedom and civil liberty”. Di dalam agama islam, kelima kebebasan tersebut terjamin (1985:38).
Dalam seminar Dewan Eropa, 4 November 1974, hak asasi manusia dan satunya keluarga manusia dalam islam disimpulkan sebagai berikut.
a.       Kemuliaan martabat manusia, demi untuk melaksanakan teks Al-Qur’an “sesungguhnya telah kami muliakan anak cucu Adam” ( Al-Isra’:70)
b.      Tidak boleh ada perbedaan antara seorang manusia dengan yang lainnya dalam soal martabat kemuliaan dan hak-hak asasi.
c.       Islam berseru bahwa keluarga yang terbaik dalam pandangan Allah adalah yang paling besar kegunaanya bagi keluarga manusia ini.
d.      Islam menyeru untuk diadakan saling berkenalan dan saling tolong menolong antara bangsa-bangsa untuk hal-hal yang bersifat kebaikan.
e.       Manusia bebas dalam menganut akidah kepercayaan dan tidak boleh diadakan paksaan dalam ini, demi untuk mengamalkan perintah Al-qur’an: “tidak boleh ada paksaan dalam urusan agama” (Al-Baqarah:256) dan juga untuk mengamalkan perintah Al-Qur’an “Apakah Engkau akan memaksa manusia sampai mereka beriman?” (Yunus:99).
f.       Terlarang melanggar kesucian, harta, dan nyawa manusia, demi untuk mengamalkan perintah Rasul Islam: “Sesungguhnya jiwa kamu dan harta kamu, bagimu haram (tidak boleh dilanggar kesuciaanya).”
g.      Penjagaan rumah tangga untuk memelihara kebebasan manusia, untuk mengamalkan perintah Al-Qur’an:”janganlah kamu masuk ke dalam rumah yang bukan rumahmu, sampai kamu meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya: (An Nur: 27)
h.      Jaminan sosial bagi anggota-anggota masyarakat setiap manusia untuk mendapatkan kehidupan yang mulia dan bebas dari kemiskinan dan kebutuhan dengan memberikan hak-hak yang jelas kepada mereka, dari harta orang-orang yang kaya, agar semua orang yang mempunyai kebutuhan dapat memenuhi berbagai kebutuhan mereka untuk mengamalkan perintah Al-Qur’an yang mulia: “Dan orang-orang yang dalam harta benda mereka terdapat hak yang jelas bagi orang yang memintanya dan bagi orang yang tidak memintanya” (Az Zariyat: 19).
i.        Mewajibkan menuntut ilmu atas setiap orang islam, demi untuk menghilangkan kebodohan, mengamalkan perkataan Rasul: “menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap orang islam.”
j.        Kewajiban karantina, kesehatan dalam keadaan-keadaan dimana terdapat penyakit menular, semenjak dari 14 abad yang silam (A. RAchman Zainudin, 1979:151).

Prof. Dr.Nurcholish Madjid (Cak Nur) dalam salah satu ceramahnya di Kanada menjelaskan hubungan HAM  dalam islam. Terbukti tulisan John Locke dan juga teks Declaration of Independence Amerika sebanding (relative sama) dengan teks pidato Nabi Muhammad SAW. Dalam khotbah haji perpisahan (hujjatul wada) dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika dikenal : life (hifdzu-nafs), liberty (hifdzu-din) dan the pursuit of happiness (hifdzu-al-mal).
Secara teoritis, kata cak nur, islam mengajarkan: hifdzu-al-aql (hak berpikir rasional), hifdzu-al-ird (hak mendapatkan kehormatan/the right of dignity) dan hifdzu-al-din (bebas beragama), termasuk penghormatan kepada perempuan.
Dengan demikian, 600 tahun sebelum Barat mengumandangkan hal ini, islam sudah memeloporinya. Akibat proses politik dan konflik umat berkepanjangan, pembicaraan masalah HAM dalam islam menyurut (Republika, 24 Mei 2004).
O. Notohamidjojo memberi penjelasan tentang pandangan Kristen terhadap Negara hukum, antara lain sebagai berikut.
1.      Aspek Materiil Negara Hukum.
Bagi Pandangan Kristen, hak-hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga Negara, serta kasamaan derajat manusia itu bukan otonom, bukan berasal dari manusia sendiri, melainkan berasal dari Allah Al Khaliq langit dan bumi. Aspek materiil Negara hukum itu theonom, taat kepada Allah.
2.      Aspek formal organisatoris, yaitu pembagian dan pemisahan kekuasaan pemerintahan Negara dan pengawasan pemerintah oleh rakyat.
Sebagaimana diketahui, sebagian besar Negara Asia (juga Negara Afrika) adalah Negara bekas jajahan yang memperoleh kemerdekaan setelah Perang Dunia II. Negara-negara tersebut sebagian besar, atau dapat dikatakan hamper semuanya, sudah menjadi anggota PBB. Dengan demikian, konvensi-konvensi internasional, terutama yang terkait dengan HAM, sejak awal sudah banyak diketahui. Persoalannya tinggal sejauh mana ketentuan-ketentuan tersebut dapat diterima.
Meskipun sebagian besar anggota PBB dari Negara-negara Asia-Afrika tidak ikut merumuskan Deklarasi HAM tahun 1948, tetapi dengan masuknya Negara-negara Asia-Afrika menjadi anggota PBB setelah tahun 1950, secara formal dapat dikatakan telah menerima Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB tahun 1948 tersebut. dengan demikian diharapkan anggota PBB akan lebih menghormati Deklarasi PBB tersebut. kondisi tersebut akan semakin mantab bila diikuti pula dengan ratifikasi konvensi lainnya tentang hak asasi manusia yang telah disusun oleh PBB.[5]
Kebanyakan Negara-negara Asia-afrika yang baru merdeka ketika itu, karena disibukkan dengan berbagai persoalan yang terkait dengan masalah dalam negeri (penataan politik dalam negeri), masalah HAM kurang mendapat perhatian. Baru pada  decade-dekade berikutnya, lebih-lebih pada akhir-akhir ini, persoalan hak asasi manusia mendapat perhatian yang lebih serius.
 Sebenarnya, perjuangan membebaskan diri dari penjajahan dan hak menentukan nasib sendiri merupakan salah satu realisasi dari HAM. Karena itu, persoalan lebih lanjut adalah bagaimana hak asasi manusia dapat segera diformalkan, yang berarti masuk dalam hak ham di banyak Negara. Atau diawali dengan menyusunnya dalam satu piagam HAM Asia, sebagaimana dilakukan oleh berbagai Negara dari berbagai kawasan/benua lain. Kalau langkah tersebut dianggap penting dalam rangka mempercepat penghormatan atas hak asasi manusia, penulis cenderung mengusulkan para pemimpin Negara-negara Asia akan melangkah kearah itu.
Pada tahun 1982, di New Delhi pernah diselenggarakan seminar of Approaches to Human Rights in Asia yang diselenggarakan oleh United Nation University-Tokyo, Unesco-Paris dan Centre For Human Rights Educations and research New delhi, beberapa kesimpulan yang telah diambil, antara lain:
1.      Hubungan hak asasi manusia dengan kemiskinan, antara lain ditegaskan tentang:
·         Peranan Negara dan lembaga sosial dalam mengawasi pelanggaran hak asasi manusia.
·         Hubungan antara gerakan kemerdekaan dan hak menentukan nasib sendiri dalam menegakkan hak asasi manusia.
·         Pelanggaran hak asasi manusia dalam masyarakat tidak mampu dalam dimensi regional dan internasional.
2.      Hubungan hak asasi manusia, kebudayaan, dan tradisi keagamaan adalah:
·         Bagaimana cita-cita/ide agama, tradisi, budaya dalam konsep yang terkait dengan ham.
·         Relevansi kesatuan system hukum dalam mengembangkan kelompok budaya/agama dalam rangka menghormati hak-haknya.
3.      Hak asasi manusia dalam rangka system keamanan Asia meliputi:
·         Bagaimana peranan IPTEK dalam menjawab HAM agar dapat terjamin dengan baik.
·         Mempelajari proses militarisasi dan otokrasi di Asia.
·         Mengembangkan hubungan hukum hak asasi manusia dengan hukum humaniter dalam rangka menggalakkan hak asasi manusia.
·         Disamping itu juga disusun beberapa rekomendasi, baik ditunjukkan kepada UNESCO maupun UNO.
 Di Jakarta tanggal 26-28 januari 1993, diselenggarakannya satu Lokakarya PBB kedua tentang HAM untuk wilayah Asia Pasifik, dengan fokus pembentukan mekanisme regional HAM di Asia Pasifik, selain lebih mendekatkan kesenjangan pengertian tentang HAM, juga telah menunjukkan kepada dunia luar bahwa Indonesia juga menjunjung tinggi cita-cita luhur tentang HAM. Dari berbagai tanggapan dan pandangan tentang HAM yang dapat dipantau pada lokakarya tersebut dapat disimpulkan, sesungguhnya pemahaman dan persepsi tentang HAM di mana pun pada dasarnya sama, hanya kondisinya di setiap Negara yang berbeda-beda.
Walaupun prinsip-prinsip HAM dianggap universal namun harus diakui, dalam implikasinya, perumusan HAM di setiap Negara seringkali mengundang kontroversi, terutama dalam mencari keseimbangan antara HAM individu dan HAM kolektif.[6]
Ismail Suny mencatat dua pandangan yang berbeda antara duta besar Fan Guoxiang (RRC) dengan prof. Koshi Yamazaki (jepang).
       Menurut Fan Guoxiang, ada beberapa masalah yang dihadapi pembentukan mekanisme regional, yaitu sebagai berikut:
·         Setiap mekanisme HAM regional harus berhubungan dengan tingkat pembangunan politik, ekonomi, dan sosial dari region dan latar belakang sejarahnya.
·         Asia adalah kontinen paling luas di dunia, region pasifik pun menunjuk kepada konsep yang lebih cepat dengan situasi yang lebih kompeks. Diperlukan persiapan yang panjang untuk menyelidiki pembentukan suatu badan HAM yang berdiri sendiri dalam kondisi khusus seperti itu.
Sedangkan menurut Prof. Koshi Yamazaki setelah menguraikan usaha-usaha yang telah dibuat oleh PBB dan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh NGO untuk promosi dan proteksi HAM di Asai Manusia sebagai berikut :
1.      Fungsi Mekanisme : promosi atau proteksi HAM lebih realitas pada tahap ini menurutnya untuk memutuskan mengenai kemungkinan pendirian suatu mekanisme regional untuk promosi HAM, seperti : pendidikan, pengajaran, penelitian, dan pendokumentasian dalam bidang HAM.
2.      HAM yang mana saja akan dipromosikan dan diproteksi oleh mekanisme itu.
3.      Sifat hukum dari mekanisme itu : mekanisme HAM regional bersifat goverenmental.
4.      Lingkungan geografis dari mekanisme.
Sebagai tindak lanjut lokakarya Jakarta, pada bulan April 1993, diselenggarakan konferensi HAM untuk kawasan Asia Pasifik di Bangkok dan berhasil menyusun satu deklarasi, konferensi yang dihadiri 49 negara tersebut menyetujui Deklarasi Bangkok yang menekankan, antara lain:
ü  Penekanan bahwa HAM merupakan masalah universal.
ü  Hak sipil dan politik harus dilaksanakan seimbang dengan hak ekonomi dan budaya.
ü  Memberi perhatian khusus perlindungan hak-hak perempuan,

B.     Latar Belakang Penerimaan dan kontribusi Negara Asia terhadap perkembangan konsep hukum HAM Internasional.
Seperti telah menjadi pengetahuan sejarah umum bahwa negara-negara di Asia kebanyakan adalah negara yang pernah mengalami penjajahan dari negara-negara Eropa serta tindakan penindasan oleh pemerintahan-pemerintahan tirani. Pengalaman panjang ini menyebabkan lahirnya kekerasan antar suku atau etnis atau ras di wilayah tersebut dan tak jarang berakhir dengan tindak kejahatan yang sangat mengerikan serta pada akhirnya melahirkan penderitaan yang luar biasa bagi penduduk di benua Asia Pengalaman-pengalaman ini pula yang kemudian membuat konsep hukum hak asasi manusia internasional berkembang pesat untuk menangani kasus-kasus pelangaran hak asasi manusia serta pencegahan peristiwa serupa di masa mendatang. Beberapa kontribusi itu antara lain dapat kita lihat dalam pasal-pasal di Instrumen-instrumen pokok hak asasi manusia internasional yang telah kita kenal selama ini seperti Instrumen Internasional Hak Sipil dan Politik, Instrumen Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Konvensi Anti Penyiksaan, dan lain-lain sebagainya.
Disamping itu, kesadaran bahwa masa lalu negara Asia adalah sesuatu yang kelam sehingga tidak perlu terulang kembali, mendorong negara tersebut mulai menerima (mengadopsi) instrumen-instrumen hukum hak asasi manusia internasional ke dalam hukum nasional dan mendorong pembentukan hukum hak asasi manusia di tingkat regional, seperti lahirnya Konvensi Afrika Tentang Hak Asasi Manusia dan Kesepakatan-kesepakatan bersama antar negara di Asia untuk mempromosikan hak asasi manusia, termasuk disini langkah-langkah meratifikasi sejumlah hukum hak asasi manusia internasional ke dalam sistem hukum nasional.Untuk mengetahui lebih dalam bagaimana latarbelakangan penerimaan dan kontribusi negara-negara di Asia terhadap hukum hak asasi manusia internasional.
C.    Asia Tenggara dan Perpolitikan Hak Asasi Manusia
Dunia dan zaman selalu berubah, perlahan atau cepat. Selama dua tiga abad ini, perubahan itu bermula dari Barat, dengan pusatnya Eropa yang berkembang dngan cepat setelah mengalami Renaisans. Modernisasi dan kemajuan, selalu berasal atau berkiblat ke Barat.
Dikotomi Barat-timur yang semula berkonteks budaya, kemudian dikuasai politik sehingga menjadi konteks ideologis selama beberapa puluh tahun sejak berakhirnya perang Dunia II. Sekarang, dikotomi itu bahkan berganda, yaitu Barat-Timur dalam konteks budaya dan Utara-Selatan dalam konteks ekonomi.
Dalam situasi baru inilah ASEAN ditantang Untuk tidak saja bereaksi terhadap desakan dan tekanan budaya dari Barat dalam bidang HAM, lingkungan alam dan demokrasi politik, tetapi juga dari Utara dalam bidang Ekonomi.
ASEAN kini bukan saja harus mengkonsolidasi diri untuk mewujudkan cita-cita regionalnya, tetapi juga harus bereaksi terhadap kecenderungan baru dan bereaksi menghadapi situasi global yang baru.
Hal baru yang harus dihadapi ASEAN adalah soal HAM, yang dikaitkan dengan kerja sama ekonomi dan pembangunan. Masyarakat Eropa menolak untuk memperbaharui persetujuan kerja sama dengan ASAEN, kecuali ada perbaikan mengenai HAM di Indonesia, berkaitan dengan peristiwa Dili.[7]
Untuk jangka panjang, ASEAN harus mulai memikirkan kebijakan bersama tentang HAM, lingkungan dan demokrasi politik. Kebijakan ini nantinya dijadikan pedoman dalam menghadapi ke tiga persoalan itu dalam forum internasional yang lebih besar.
Sekarang sudah jelas, bahwa ada pihak yang main politik dalam soal HAM, lingkungan dan demokrasi, dalam hubungan dan forum internasional formal. Terutama HAM, akan jadi semacam “kredo” baru bagi Negara Barat dalam kebijakan internasional mereka. Karena itu, sebaiknya ASEAN juga menyusun kebijakan sendiri mengenai hal itu, dan memperjuangkannya dalam rangka penyusunan Tertib Baru Dunia. 



[1] James W.Nickel, Hak Asasi Manusia Making sense of Human Rights, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996)
[2] Ahmad kosasih, HAM dalam perepektif islam, (jakarta:salemba diniyah, 2003) hal 88
[3] Rozali Abdullah, Syamsir, Perkembangan dan keberadaan HAM peradilan HAM di Indonesia (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002) Hal 35.
[4] A. Masyhur Effendi, perkembangan dimensi HAM & proses Dinamika Penyusunan hukum HAM (Bojongkerta: Ghalia Indonesia, 2005) Hal 112
[5] A. Mansyur Effendi, ibid, hal 116
[6] Institute ecata-INPI –Pact, Hak Asasi dalam Tajuk, (Jakarta: penebar swadaya, 1997) hal 122
[7] Institut Ecata-INPI-Pact, ibid, hal 121

Kamis, 21 November 2013

DISKRIMINASI



·        DISKRIMINASI BAHASA

          Theodorson & Theodorson (1979:115-116) mengartikan diskriminasi sebagai “perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial”.menurut KOMNAS HAM berdasarkan prinsip pokok dalam HAM penulis berkesimpulan bahwa telah “Terjadinya pembedaan dari sebuah perilaku untuk sebuah alasan tertentu dan tujuan tertentu ,serta untuk suatu kepentingan” .
           KOMNAS HAM berprinsip, “yang terdiri enam prinsip pokok dalam HAM ,salah satunya Sederajat dan tanpa diskriminasi (equality and non-discrimination) yakni Setiap individu sederajat sebagai umat manusia dan memiliki kebaikan yang inheren dalam harkat-martabatnya masing-masing. Setiap umat manusia berhak sepenuhnya atas hak-haknya tanpa ada pembedaan dengan alasan apapun, seperti yang didasarkan atas perbedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, etnis, usia, bahasa, agama, pandangan politik dan pandangan lainnya, kewarganegaraan dan latar belakang sosial, cacat dan kekurangan, tingkat kesejahteraan, kelahiran atau status lainnya” .
          Prinsip non-diskriminasi sebenarnya bagian integral dengan prinsip persamaan, dimana menjelaskan bahwa tiada perlakuan yang membedakan dalam rangka penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak seseorang. Pembedaan, baik berdasarkan kelas/bangsa tertentu, agama, suku, adat, keyakinan, jenis kelamin, warna kulit dan sebagainya, adalah praktek yang justru menghambat realisasi hak-hak asasi manusia . Jelas dan tegas, bahwa hak-hak asasi manusia melarang adanya diskriminasi yang merendahkan martabat atau harga diri komunitas tertentu, dan bila dilanggar akan melahirkan pertentangan dan ketidakadilan di dalam kehidupan manusia.
Karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi
·         Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
·         Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan .Diskriminasi ditempat kerja

Diskriminasi dalam bahasa termasuk pada diskriminasi langsung karena pada diskriminasi bahasa pelaku diskriminasi melakukan tindakan secara langsung yang menimbulkan terjadinya tindak diskriminasi bahasa. Negara kita Indonesia merupakan Negara multikultural dalam hal bahasa, ras, agama, budaya dan lain-lain. Perbedaan jika kita dapat menerima akan menjadi faktor yang menyatukan. Tapi hal ini sulit terwujud karena kebutuhan yang berbeda dan keegoisan masing-masing individu.
Allah telah berfirman dalam surat Al-Hujurat :13
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ
 “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
             Dan dalam suatu hadits Nabi Muhammad SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuhmu  atau parasmu.Tetapi Dia melihat kepada hati dan kelakuanmu”.
  
            Terkait paparan diatas penulis ingin memberikan salah satu contoh dari sebuah diskriminasi, yaitu berupa diskriminasi bahasa.
  Kita tahu bahwa di Indonesia terdapat berbagai macam bahasa pada setiap masing-masing daerah, karena keanekaragaman itulah yang sering menyebabkan timbulnya kesenjangan dan  perlakuan berbeda terhadap individu maupun kelompok.
Seperti yang dialami oleh teman saya, sebut saya tin-tin, Ia seorang mahasiswi di sebuah perguruan tinggi di Tulungagung, selama menjalani masa perkuliahan, ia tinggal di sebuah tempat kost, yang didalamnya dihuni oleh beberapa orang yang berasal dari berbagai macam daerah, seperti blitar, kediri dan panggul, trenggalek. Dengan perbedaan asal daerah menimbulkan berbagai macam kosa kata yang berakibat terhadap perbedaan makna dalam perkataan.
Tin-tin seorang mahasiswi yang berasal dari daerah panggul dan dia meninggali tempat kost yang mayoritas dihuni oleh penduduk non panggul. Dalam kasus ini tin-tin mengalami ketidakadilan berkomunikasi di tempat kost. Karena kalah jumlah dan tin-tin orang yang pendiam maka kasus ini berlarut-larut. Semisal kasus yang dialami tin-tin adalah saat dimana teman-teman satu kost berkumpul dan membicarakan sesuatu maka tin-tin tidak bisa mengikuti perbincangan yang tengah berlangsung. Hal ini karena mayoritas di sana menggunakan bahasa asal daerah mereka yang tin-tin tidak memahaminya, dan mereka tidak berusaha memberikan penjelasan kepada tin-tin terhadap kosa kata yang tidak ia fahami.
Semisal dalam penggunaan kata, kalau dalam bahasa Indonesia terserah, maka dalam bahasa blitar menjadi “sak karepmu”, dan dalam bahasa daerah panggul menjadi “engah-engah”. Ini hanya contoh kecil dari banyaknya kosa kata yang berlainan makna padahal masih satu sumber bahasa jawa.
Diskriminasi dalam hal bahasa ini tidak terlihat begitu menimbulkan efek yang buruk dalam sosial. Tapi sebenarnya diskriminasi bahasa ini dapat menjurus ke hal yang negative jika tidak segera ditanggulangi. Depresi dapat timbul dari pengucilan saat melakukan tindakan sosial berupa komunikasi verbal, ini dikarenakan korban tidak dapat berkomunikasi dengan baik terhadap lingkungan pergaulannya.
Kasus di atas tersebut dapat diselesaikan dengan berbagai usaha, salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan mengubah sifat korban yang pendiam menjadi lebih supel dalam bergaul. Tin-tin seharusnya berani untuk menggunakan bahasa tempat asalnya dalam komunikasi sehari-hari agar temannya menjadi terbiasa mendenggar dan berangsur-angsur dapat memahami perbedaan makna yang ada. Kedua belah pihak dalam melakukan tindakan komunikasi sebaiknya melakukan aksi dan reaksi yang dapat memperbaiki komunikasi yang dilakukan. Kedua belah pihak hendaknya saling menghargai perbedaan bahasa yang ada, hal ini menjadi sulit dilakukan dalam dunia remaja apalagi jika minoritas dihadapkan dengan mayoritas.
Sebagai mayoritas seharusnya mereka dapat lebih bijak dalam menerima kosa kata baru dalam komunikasi yang mereka lakukan, sehingga pihak minoritas tidak menjadi malu dalam mengungkapkan kata-kata yang berasal dari daerah asal mereka. Lebih mudahnya saling memahami dan saling bertenggang rasa dalam komunikasi menjadi kunci untuk menghilangkan diskriminasi dalam bahasa.
Dalam skala global diskriminasi bahasa bisa memberikan efek yang besar secara langsung. Semisal dalam pertemuan anggota PBB. Para perwakilan Negara barat cenderung melakukan komunikasi secara verbal dengan Negara-negara yang satu rumpun. Walaupun Negara-negara timur sama menggunakan bahasa Inggris karena kosa kata dan logat yang sedikit berbeda menyebabkan bangsa barat lebih memilih sesamanya dalam komunikasi virtual. Dampaknya akan terlihat terhadap kerjasama antar Negara maupun pengiriman bantuan, Negara barat lebih mudah melakukan hal-hal diatas terhadap Negara serumpunnya daripada Negara yang tak serumpun karena mereka beranggapan Negara dengan bahasa yang sama merupakan teman yang menguntungkan bagi mereka.
Dalam kehidupan sehari hari sebenarnya tindakan diskriminasi terhadap bahasa sering terjadi. Hanya terkadang kita tidak paham bahwa itu sebuah tindakan diskriminasi bahasa. Diskriminasi bahasa bukan hanya bahasa berbeda diperlakukan berbeda, tapi segala sesuatu yang mempengaruhi bahasa itu sendiri.