SEJARAH HAM DI ASIA
Sejumlah
besar perdebatan tentang hak asasi manusia memiliki suatu dimensi konseptual :
dalam sebagian ini menyangkut soal penggunaan bahasa yang benar. Ada banyak
jenis hak, dan tidak bijaksana untuk membuat generalisasi dari satu atau dua
hak saja. Terutama kita semestinya tidak memusatkan perhatian pada hak-hak
hukum semata-mata.hak asasi manusia pada galibnya adalah seperangkat hak.
Bagaimana hak asasi manusia seharusnya dipahami beserta perkembangannya
terutama di kawasan Asia akan kami paparkan berikut ini.
A.
Perkembangan
Hak Asasi Manusia di Kawasan Asia.
Hak asasi manusia pada awalnya
merupakan terjemahan dari kata droits de I’home (Prancis), yang
terjemahan harfiyahnya ialah hak-hak manusia. Yaitu suatu hak-hak manusia dan
warga negara yang dikeluarkan di prancis dalam tahun 1789 sewaktu berlangsung
revolusi negara itu. Pernyataan ini lalu digunakan puka oleh perserikatan
Bangsa-bangsa yang didalam bahasa inggrisnya disebut pada mulanya dengan
istilah fundamental human rights,kemudian disingkat dengan Human Rights
saja. Didalam kamus Besar Bahasa Indonesia, “hak asasi diartikan sebagai hak
dasar atau hak pokok seperti hidup dan hak mendapatkan perlindungan”. Hak-hak
tersebut,menurut Al-Maududi,bukanlah pemberian siapa-siapa tapi adalah
pemberian Tuhan kepada seseorang sejak ia terlahir ke dalam dunia. Sebab, kalau
hak itu dianggap pemberian manusia,misalnya dari negara atau parlemen,ia dapat
ditarik kembali dengan cara yang sama ketika hak itu diberikan. Karena Hak-hak
sasi itu datangnya dari Tuhan,maka tak satupun lembaga atau perorangan di dunia
ini berhak mencabut atau membatalkannya.
Hak-hak yang ada dalam diri
seseorang diantaranya ialah sebagai berikut :
A.
Hak Persamaan dan Kebebasan,seperti :
1.
Persamaan di dalam Politik dan Hukum.
2.
Hak Berekspresi dan Mengeluarkan Pendapat.
3.
Hak Berpartisipasi dalam Politik dan Pemerintah.
4.
Hak Wanita Sederajat dengan Pria (Persamaan).
5.
Hak Kebebasan Memilih Agama.
6.
Hak dan Kesempatan Yang Sama Untuk Memperoleh
Kesejahteraan Sosial.
7.
Hak Kebebasan Bertempat Tinggal dan Mencari Serta
Memberi Suaka.
B.
Hak Hidup, Perlindungan dan Kehormatan, seperti :
1.
Hak Hidup dan Memperoleh Perlindungan.
2.
Hak Atas Kehormatan Pribadi.
3.
Hak Anak Dari Orang Tua.
4.
Hak Memperoleh Pendidikan dan Berperanserta Dalam
Perkembangan Iptek.
5.
Hak Untuk Bekerja dan Memperoleh Imbalan.
6.
Hak Tahanan dan Narapidana.
C.
Hak Kepemilikan , seperti :
1.
Hak Kepemilikan Pribadi.
2.
Hak Menikmati Hasil/Produk Ilmu dan Hak Cipta.
3.
Hak Menikah dan Berkeluarga.
Pada
hakikatnya, hak asasi manusia adalah merupakan hak dasar yang dimiliki oleh
setiap manusia semenjak dia lahir dan merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha
Esa. Dengan demikian, hak asasi manusia bukanlah merupakan hak yang bersumber
dari Negara dan hukum.
Dalam
masyarakat internasional hak asasi manusia telah diakui secara resmi, dengan
dideklarasikannya suatu piagam oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang
dikenal dengan “Universal Declaration of
Human Right pada tanggal 10 Desember 1948. Lebih lanjut, hak-hak asasi
manusia tersebut dijabarkan dalam berbagai instrument PBB dalam bentuk konvensi
internasional tentang HAM. Konvensi ini mengikat setiap Negara yang ikut
menandatanganinya dan setelah itu di ratifikasi oleh masing-masing Negara, maka
konvensi tersebut akan mengikat secara langsung setiap warga Negara dari Negara
bersangkutan.
Negara–negara
di Asia belum mempunyai piagam hak asasi manusia, sebagaimana dimiliki
Negara-negara Eropa, Amerika, maupun Afrika. Hal ini disebabkan kuat dan
dalamnya tradisi dan agama-agama besar di kebanyakan Negara-negara Asia.
Pengaruh tradisi dan agama pada sebagian besar Negara-negara Asia mewarnai pola
pikir/pola tindak dan sikap sebagian besar Negara-negara Asia.
Sejauh
mana pengaruh tradisi dan agama tersebut terhadap Negara-negara di Asia,
kiranya perlu diketahui beberapa ide yang ada/hidup di antara Negara Asia,
antara lain pandangan/Filsafat Konfusius tentang hubungan antar manusia.
Ide
HAM yang tersirat dari ajaran konfusius, sebagaimana tergambar di depan diakui
spirit HAM tidak/kurang dapat dirasakan secara langsung. Namun, dalam kehidupan
masyarakat, rakyat tetap dapat menikmati kebebasannya, karena konsep HAM Asia
berbeda dengan konsep HAM Negara Barat “oriental
society… freedom often mean the conditions of person who live beyond the reach
of state power…in cottage…” (1985:33)
Sebaliknya,
dalam tradisi agama Hindu dan Buddha, dikenal pula hak-hak asasi manusia, pertama: dengan cara berpikir matematis,
serba terukur yang merupakan etos masyarakatnya. Kedua, dikenalnya lewat
buku-buku hukum agama yang memberikan bingkai pola/system hukum yang ada.
Di
dalam praktek kemasyarakatan, terutama dalam tradisi Hindu, konsep harmoni
sangat kuat, sehingga segi-segi keseimbangan antara penguasa (pusat) dengan
daerah tetap diperhatikan, di samping itu, ada kecenderungan “.. a society is no longer regarded as an
aggregate of families or groups, but as an aggregate of individual” (1985:35).
Di
dalam Negara-negara beradab, terdapat lima hak yang harus ada dan diakui di
dalam suatu Negara. Negara Asia yang juga pusat awal tumbuhnya agama, pengaruh
agama sangat kuat dalazxsazm
proses bermasyarakat dan bernegara. Kata Ali Abdul Wahid Wafi: “….the legal and moral institution of civilized
societies, can be reduced to live in number, corresponding to five kinds of
freedom to work, educational and cultural freedom and civil liberty”. Di
dalam agama islam, kelima kebebasan tersebut terjamin (1985:38).
Dalam
seminar Dewan Eropa, 4 November 1974, hak asasi manusia dan satunya keluarga
manusia dalam islam disimpulkan sebagai berikut.
a. Kemuliaan
martabat manusia, demi untuk melaksanakan teks Al-Qur’an “sesungguhnya telah
kami muliakan anak cucu Adam” ( Al-Isra’:70)
b. Tidak
boleh ada perbedaan antara seorang manusia dengan yang lainnya dalam soal
martabat kemuliaan dan hak-hak asasi.
c. Islam
berseru bahwa keluarga yang terbaik dalam pandangan Allah adalah yang paling
besar kegunaanya bagi keluarga manusia ini.
d. Islam
menyeru untuk diadakan saling berkenalan dan saling tolong menolong antara
bangsa-bangsa untuk hal-hal yang bersifat kebaikan.
e. Manusia
bebas dalam menganut akidah kepercayaan dan tidak boleh diadakan paksaan dalam
ini, demi untuk mengamalkan perintah Al-qur’an: “tidak boleh ada paksaan dalam
urusan agama” (Al-Baqarah:256) dan juga untuk mengamalkan perintah Al-Qur’an
“Apakah Engkau akan memaksa manusia sampai mereka beriman?” (Yunus:99).
f. Terlarang
melanggar kesucian, harta, dan nyawa manusia, demi untuk mengamalkan perintah
Rasul Islam: “Sesungguhnya jiwa kamu dan harta kamu, bagimu haram (tidak boleh
dilanggar kesuciaanya).”
g. Penjagaan
rumah tangga untuk memelihara kebebasan manusia, untuk mengamalkan perintah
Al-Qur’an:”janganlah kamu masuk ke dalam rumah yang bukan rumahmu, sampai kamu
meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya: (An Nur: 27)
h. Jaminan
sosial bagi anggota-anggota masyarakat setiap manusia untuk mendapatkan
kehidupan yang mulia dan bebas dari kemiskinan dan kebutuhan dengan memberikan
hak-hak yang jelas kepada mereka, dari harta orang-orang yang kaya, agar semua
orang yang mempunyai kebutuhan dapat memenuhi berbagai kebutuhan mereka untuk
mengamalkan perintah Al-Qur’an yang mulia: “Dan orang-orang yang dalam harta
benda mereka terdapat hak yang jelas bagi orang yang memintanya dan bagi orang
yang tidak memintanya” (Az Zariyat: 19).
i.
Mewajibkan menuntut ilmu atas setiap
orang islam, demi untuk menghilangkan kebodohan, mengamalkan perkataan Rasul:
“menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap orang islam.”
j.
Kewajiban karantina, kesehatan dalam
keadaan-keadaan dimana terdapat penyakit menular, semenjak dari 14 abad yang
silam (A. RAchman Zainudin, 1979:151).
Prof.
Dr.Nurcholish Madjid (Cak Nur) dalam salah satu ceramahnya di Kanada
menjelaskan hubungan HAM dalam islam.
Terbukti tulisan John Locke dan juga teks Declaration
of Independence Amerika sebanding (relative sama) dengan teks pidato Nabi
Muhammad SAW. Dalam khotbah haji perpisahan (hujjatul wada) dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika dikenal : life (hifdzu-nafs), liberty (hifdzu-din) dan
the pursuit of happiness (hifdzu-al-mal).
Secara
teoritis, kata cak nur, islam mengajarkan: hifdzu-al-aql
(hak berpikir rasional), hifdzu-al-ird
(hak mendapatkan kehormatan/the right
of dignity) dan hifdzu-al-din (bebas
beragama), termasuk penghormatan kepada perempuan.
Dengan
demikian, 600 tahun sebelum Barat mengumandangkan hal ini, islam sudah
memeloporinya. Akibat proses politik dan konflik umat berkepanjangan,
pembicaraan masalah HAM dalam islam menyurut (Republika, 24 Mei 2004).
O.
Notohamidjojo memberi penjelasan tentang pandangan Kristen terhadap Negara
hukum, antara lain sebagai berikut.
1. Aspek Materiil Negara Hukum.
Bagi Pandangan Kristen,
hak-hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga Negara, serta kasamaan derajat
manusia itu bukan otonom, bukan berasal dari manusia sendiri, melainkan berasal
dari Allah Al Khaliq langit dan bumi. Aspek materiil Negara hukum itu theonom, taat kepada Allah.
2. Aspek
formal organisatoris, yaitu pembagian dan pemisahan kekuasaan pemerintahan
Negara dan pengawasan pemerintah oleh rakyat.
Sebagaimana
diketahui, sebagian besar Negara Asia (juga Negara Afrika) adalah Negara bekas
jajahan yang memperoleh kemerdekaan setelah Perang Dunia II. Negara-negara
tersebut sebagian besar, atau dapat dikatakan hamper semuanya, sudah menjadi
anggota PBB. Dengan demikian, konvensi-konvensi internasional, terutama yang terkait
dengan HAM, sejak awal sudah banyak diketahui. Persoalannya tinggal sejauh mana
ketentuan-ketentuan tersebut dapat diterima.
Meskipun
sebagian besar anggota PBB dari Negara-negara Asia-Afrika tidak ikut merumuskan
Deklarasi HAM tahun 1948, tetapi dengan masuknya Negara-negara Asia-Afrika
menjadi anggota PBB setelah tahun 1950, secara formal dapat dikatakan telah
menerima Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB tahun 1948 tersebut. dengan demikian
diharapkan anggota PBB akan lebih menghormati Deklarasi PBB tersebut. kondisi
tersebut akan semakin mantab bila diikuti pula dengan ratifikasi konvensi
lainnya tentang hak asasi manusia yang telah disusun oleh PBB.
Kebanyakan
Negara-negara Asia-afrika yang baru merdeka ketika itu, karena disibukkan
dengan berbagai persoalan yang terkait dengan masalah dalam negeri (penataan
politik dalam negeri), masalah HAM kurang mendapat perhatian. Baru pada decade-dekade berikutnya, lebih-lebih pada
akhir-akhir ini, persoalan hak asasi manusia mendapat perhatian yang lebih
serius.
Sebenarnya, perjuangan membebaskan diri dari
penjajahan dan hak menentukan nasib sendiri merupakan salah satu realisasi dari
HAM. Karena itu, persoalan lebih lanjut adalah bagaimana hak asasi manusia
dapat segera diformalkan, yang berarti masuk dalam hak ham di banyak Negara. Atau
diawali dengan menyusunnya dalam satu piagam HAM Asia, sebagaimana dilakukan
oleh berbagai Negara dari berbagai kawasan/benua lain. Kalau langkah tersebut
dianggap penting dalam rangka mempercepat penghormatan atas hak asasi manusia,
penulis cenderung mengusulkan para pemimpin Negara-negara Asia akan melangkah
kearah itu.
Pada
tahun 1982, di New Delhi pernah diselenggarakan seminar of Approaches to Human Rights in Asia yang diselenggarakan
oleh United Nation University-Tokyo, Unesco-Paris dan Centre For Human Rights
Educations and research New delhi, beberapa kesimpulan yang telah diambil,
antara lain:
1. Hubungan
hak asasi manusia dengan kemiskinan, antara lain ditegaskan tentang:
·
Peranan Negara dan lembaga sosial dalam
mengawasi pelanggaran hak asasi manusia.
·
Hubungan antara gerakan kemerdekaan dan
hak menentukan nasib sendiri dalam menegakkan hak asasi manusia.
·
Pelanggaran hak asasi manusia dalam
masyarakat tidak mampu dalam dimensi regional dan internasional.
2. Hubungan
hak asasi manusia, kebudayaan, dan tradisi keagamaan adalah:
·
Bagaimana cita-cita/ide agama, tradisi,
budaya dalam konsep yang terkait dengan ham.
·
Relevansi kesatuan system hukum dalam
mengembangkan kelompok budaya/agama dalam rangka menghormati hak-haknya.
3. Hak
asasi manusia dalam rangka system keamanan Asia meliputi:
·
Bagaimana peranan IPTEK dalam menjawab
HAM agar dapat terjamin dengan baik.
·
Mempelajari proses militarisasi dan
otokrasi di Asia.
·
Mengembangkan hubungan hukum hak asasi
manusia dengan hukum humaniter dalam rangka menggalakkan hak asasi manusia.
·
Disamping itu juga disusun beberapa
rekomendasi, baik ditunjukkan kepada UNESCO maupun UNO.
Di Jakarta tanggal 26-28 januari 1993,
diselenggarakannya satu Lokakarya PBB kedua tentang HAM untuk wilayah Asia
Pasifik, dengan fokus pembentukan mekanisme regional HAM di Asia Pasifik, selain
lebih mendekatkan kesenjangan pengertian tentang HAM, juga telah menunjukkan
kepada dunia luar bahwa Indonesia juga menjunjung tinggi cita-cita luhur
tentang HAM. Dari berbagai tanggapan dan pandangan tentang HAM yang dapat
dipantau pada lokakarya tersebut dapat disimpulkan, sesungguhnya pemahaman dan
persepsi tentang HAM di mana pun pada dasarnya sama, hanya kondisinya di setiap
Negara yang berbeda-beda.
Walaupun
prinsip-prinsip HAM dianggap universal namun harus diakui, dalam implikasinya,
perumusan HAM di setiap Negara seringkali mengundang kontroversi, terutama
dalam mencari keseimbangan antara HAM individu dan HAM kolektif.
Ismail
Suny mencatat dua pandangan yang berbeda antara duta besar Fan Guoxiang (RRC)
dengan prof. Koshi Yamazaki (jepang).
Menurut Fan Guoxiang, ada beberapa
masalah yang dihadapi pembentukan mekanisme regional, yaitu sebagai berikut:
·
Setiap mekanisme HAM regional harus
berhubungan dengan tingkat pembangunan politik, ekonomi, dan sosial dari region
dan latar belakang sejarahnya.
·
Asia adalah kontinen paling luas di
dunia, region pasifik pun menunjuk kepada konsep yang lebih cepat dengan
situasi yang lebih kompeks. Diperlukan persiapan yang panjang untuk menyelidiki
pembentukan suatu badan HAM yang berdiri sendiri dalam kondisi khusus seperti
itu.
Sedangkan
menurut Prof. Koshi Yamazaki setelah menguraikan usaha-usaha yang telah dibuat
oleh PBB dan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh NGO untuk promosi dan
proteksi HAM di Asai Manusia sebagai berikut :
1. Fungsi Mekanisme : promosi atau proteksi HAM lebih
realitas pada tahap ini menurutnya untuk memutuskan mengenai kemungkinan
pendirian suatu mekanisme regional untuk promosi HAM, seperti : pendidikan,
pengajaran, penelitian, dan pendokumentasian dalam bidang HAM.
2. HAM yang mana saja akan dipromosikan dan diproteksi oleh
mekanisme itu.
3. Sifat hukum dari mekanisme itu : mekanisme HAM regional
bersifat goverenmental.
4. Lingkungan geografis dari mekanisme.
Sebagai
tindak lanjut lokakarya Jakarta, pada bulan April 1993, diselenggarakan
konferensi HAM untuk kawasan Asia Pasifik di Bangkok dan berhasil menyusun satu
deklarasi, konferensi yang dihadiri 49 negara tersebut menyetujui Deklarasi
Bangkok yang menekankan, antara lain:
ü Penekanan
bahwa HAM merupakan masalah universal.
ü Hak
sipil dan politik harus dilaksanakan seimbang dengan hak ekonomi dan budaya.
ü Memberi
perhatian khusus perlindungan hak-hak perempuan,
B. Latar Belakang Penerimaan dan
kontribusi Negara Asia terhadap perkembangan konsep hukum HAM Internasional.
Seperti telah menjadi pengetahuan sejarah umum bahwa negara-negara di
Asia kebanyakan adalah negara yang pernah mengalami penjajahan dari
negara-negara Eropa serta tindakan penindasan oleh pemerintahan-pemerintahan tirani.
Pengalaman panjang ini menyebabkan lahirnya kekerasan antar suku atau etnis
atau ras di wilayah tersebut dan tak jarang berakhir dengan tindak kejahatan
yang sangat mengerikan serta pada akhirnya melahirkan penderitaan yang luar
biasa bagi penduduk di benua Asia Pengalaman-pengalaman ini pula yang kemudian
membuat konsep hukum hak asasi manusia internasional berkembang pesat untuk
menangani kasus-kasus pelangaran hak asasi manusia serta pencegahan peristiwa
serupa di masa mendatang. Beberapa kontribusi itu antara lain dapat kita lihat
dalam pasal-pasal di Instrumen-instrumen pokok hak asasi manusia internasional
yang telah kita kenal selama ini seperti Instrumen Internasional Hak Sipil dan
Politik, Instrumen Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Konvensi Anti
Penyiksaan, dan lain-lain sebagainya.
Disamping itu, kesadaran bahwa masa lalu negara Asia adalah sesuatu yang
kelam sehingga tidak perlu terulang kembali, mendorong negara tersebut mulai
menerima (mengadopsi) instrumen-instrumen hukum hak asasi manusia internasional
ke dalam hukum nasional dan mendorong pembentukan hukum hak asasi manusia di
tingkat regional, seperti lahirnya Konvensi Afrika Tentang Hak Asasi Manusia
dan Kesepakatan-kesepakatan bersama antar negara di Asia untuk mempromosikan
hak asasi manusia, termasuk disini langkah-langkah meratifikasi sejumlah hukum
hak asasi manusia internasional ke dalam sistem hukum nasional.Untuk mengetahui
lebih dalam bagaimana latarbelakangan penerimaan dan kontribusi negara-negara
di Asia terhadap hukum hak asasi manusia internasional.
C.
Asia
Tenggara dan Perpolitikan Hak Asasi Manusia
Dunia
dan zaman selalu berubah, perlahan atau cepat. Selama dua tiga abad ini,
perubahan itu bermula dari Barat, dengan pusatnya Eropa yang berkembang dngan
cepat setelah mengalami Renaisans. Modernisasi dan kemajuan, selalu berasal
atau berkiblat ke Barat.
Dikotomi
Barat-timur yang semula berkonteks budaya, kemudian dikuasai politik sehingga
menjadi konteks ideologis selama beberapa puluh tahun sejak berakhirnya perang
Dunia II. Sekarang, dikotomi itu bahkan berganda, yaitu Barat-Timur dalam
konteks budaya dan Utara-Selatan dalam konteks ekonomi.
Dalam
situasi baru inilah ASEAN ditantang Untuk tidak saja bereaksi terhadap desakan
dan tekanan budaya dari Barat dalam bidang HAM, lingkungan alam dan demokrasi
politik, tetapi juga dari Utara dalam bidang Ekonomi.
ASEAN
kini bukan saja harus mengkonsolidasi diri untuk mewujudkan cita-cita
regionalnya, tetapi juga harus bereaksi terhadap kecenderungan baru dan
bereaksi menghadapi situasi global yang baru.
Hal
baru yang harus dihadapi ASEAN adalah soal HAM, yang dikaitkan dengan kerja
sama ekonomi dan pembangunan. Masyarakat Eropa menolak untuk memperbaharui
persetujuan kerja sama dengan ASAEN, kecuali ada perbaikan mengenai HAM di
Indonesia, berkaitan dengan peristiwa Dili.
Untuk
jangka panjang, ASEAN harus mulai memikirkan kebijakan bersama tentang HAM,
lingkungan dan demokrasi politik. Kebijakan ini nantinya dijadikan pedoman
dalam menghadapi ke tiga persoalan itu dalam forum internasional yang lebih
besar.
Sekarang
sudah jelas, bahwa ada pihak yang main politik dalam soal HAM, lingkungan dan
demokrasi, dalam hubungan dan forum internasional formal. Terutama HAM, akan
jadi semacam “kredo” baru bagi Negara Barat dalam kebijakan internasional
mereka. Karena itu, sebaiknya ASEAN juga menyusun kebijakan sendiri mengenai
hal itu, dan memperjuangkannya dalam rangka penyusunan Tertib Baru Dunia.