Edisi Belajar Hukum

Minggu, 22 September 2013

Rhama dan Shinta


                        Pada Zaman atau era saat ini, Pacaran adalah suatu trent yang dijadikan gaya hidup oleh para kaum remaja. Banyak dari mereka yang mengatakan bahwa “tidak pernah pacaran berarti tidak gaul. Adapun pacaran itu sendiri memiliki pengertian sebuah hubungan yang terjalin antara seorang pria dan seorang wanita, yang didalamnya itu dimulai dengan adanya pernyataan cinta, berlanjut dengan adanya interaksi antar keduanya, sehingga mengakibatkan timbulnya berbagai macam aturan-aturan yang dibuat dan akhirnya mereka sepakati.
            Seperti pada pasangan dua sejoli ini, yaitu Rhama dan Shinta (nama samaran), hu bungan ini mulai terjalin ketika Rhama menyatakan cintanya pada Shinta, sehingga timbullah interaksi diantara mereka berdua. Karena seringnya ada interaksi diantara mereka, maka muncullah aturan-aturan dalam hubungan mereka, diantaranya menyebutkan bahwa:
*      Diperbolehkannya diantara mereka berdua untuk pergi ataupun berhubungan dengan laki-laki atau perempuan lain, asalkan ada izin dan memberi tahu alasannya dengan jelas dan masuk akal.
*      Ketika hendak membatalkan janji yang telah disepakati, maka harus diberitahukan jauh-jauh hari
*      Harus ada waktu minimal satu kali dalam seminggu untuk bertemu.

Pada mulanya aturan-aturan ini diusulkan dan dibuat oleh Rhama kepada Shinta, dan dengan seiring waktu berjalannya hubungan tersebut Shinta menerima dan melakukan aturan yang dibuat oleh Rhama. Diantara aturan-aturan yang ada, ada satu aturan baru  yang muncul  di kemudian hari, dan aturan itu tidak disukai oleh Shinta, karena arturan itu memberatkannya. Sehingga ia keberatan untuk melakukannya. Aturan itu menyebutkan bahwa dilarangnya memilih-milih makanan ketika tengah makan bersama dengan keluarga, artinya suka atau tidak suka apapun yang ada didepannya harus dimakan.
Didalam hubungan yang mereka jalani, tentu adanya pembagian peran diantara keduanya, seperti halnya peran Rhama sebagai laki-laki, yaitu ketika mereka pergi makan di suatu tempat, dialah yang akan selalu membayar tagihannya. Dan Shinta sebagai pihak wanita memiliki peran yaitu memilihkan waktu, tempat dan makanan yang diinginkan. Hal ini berarti membuktikan adanya dampak dari ketidak adilan yaitu berupa “Multi Burden/ double burden” yang maksutnya adalah pemberian banyak beban yang ditumpukan pada satu jenis kelamin saja.
Namun dengan adanya kondisi seperti itu, kedua pasangan ini mengaku tetap nyaman-nyaman saja, walau kadang timbul kekerasan yang dilakukan oleh Rhama pada Shinta. Diakuinya oleh Shinta bahwa kekerasan itu berupa kekerasan psikis, yaitu berupa serangan yang mengakibatkan kesakitan batinnya yang disebabkan kecemburuan Rhama yang berlebihan. Namun diakui pula oleh Shinta bahwa tak pernah sekalipun Rhama melakukan kekerasan fisik pada dirinya.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar